Kamis, 24 Juni 2010

Teknologi Digital bagi Para Tunanetra

Teknologi Digital bagi Para Tunanetra

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Bagi orang biasa, bekerja dengan komputer bisa dilakukan di mana saja dan tanpa masalah. Tapi, itu tak berlaku bagi kaum tunanetra. Mereka butuh komputer khusus untuk menjelajah internet, membaca email, atau membuat laporan tertulis; komputer yang mendukung teknologi suara.

TI untuk Tunanetra

Industri TI masa kini mulai memperhitungkan keberadaan kaum diffable, istilah yang dipakai untuk menyebut para penyandang cacat, orang-orang dengan "different ability". Banyak riset dilakukan untuk mengembangkan perangkat dan aplikasi digital bagi mereka. Salah satu yang sudah umum dipakai adalah aplikasi screen reader yang bisa mengonversi teks ke format suara elektronis.

Di Indonesia, salah satu institusi nonprofit yang bergerak dalam bidang pengembangan dan pendidikan tunanetra adalah Yayasan Mitra Netra. Yayasan ini bisa dibilang sangat giat menjembatani para tunanetra dengan dunia teknologi informasi. Beberapa teknologi yang telah mereka kembangkan adalah program konverter huruf Braille, kamus elektronik, buku audio, dan perpustakaan Braille online.

Menurut Aria Indrawati, Humas Mitra Netra, saat dihubungi QBHeadlines.com, Jumat (4/7) lalu, aplikasi Mitra Netra Braille Converter, sesuai namanya, digunakan untuk mengonversi file teks berformat Word ke dalam format Braille. Aplikasi ini mendukung Bahasa Indonesia.

Asal Anda tahu, huruf Braille dikembangkan oleh Louis Braille pada 1821. Pada masa pemerintahan Napoleon, huruf berupa kombinasi dari beberapa titik timbul dalam format 3 baris x 2 kolom ini dipakai sebagai kode rahasia tentara militer.

“Aplikasi lain yang kami kembangkan adalah kamus elektronik. Namanya Mitra Netra Electronic Dictionary. Kamus ini berbentuk CD, untuk diputar di talking computer yang dilengkapi dengan aplikasi screen reader,” kata Aria. Tapi, belum ada screen reader berbasis bunyi-bunyian berbahasa Indonesia. Karena itu, Aria menjelaskan, Mitra Netra tengah mengembangkan fasilitas bunyi-bunyian Bahasa Indonesia.

Sebelumnya, Arry Akhmad Arman, peneliti dan dosen di Fakultas Elektronika ITB, sudah mengembangkan aplikasi text-to-speech berbasis Bahasa Indonesia. Namanya IndoTTS. “Tapi aplikasinya masih sangat basic, baru bisa membaca file HTML dan belum dilengkapi dengan kemampuan navigasi. Padahal fitur itu sangat dibutuhkan oleh tunanetra,” jelas Aria. Saat ini, IndoTTS masih dikombinasikan dengan aplikasi screen reader yang kompatibel dengan Windows. Menurut Aria, data bunyi-bunyian dalam IndoTTS akan dijadikan sebagai fondasi untuk mengembangkan screen reader berbahasa Indonesia.

Selain itu, Mitra Netra juga mensosialisasikan digital talking book, teknologi yang juga telah dikampanyekan secara internasional. “Buku audio berbentuk CD ini kami sebut 'buku bicara',” kata Aria. Menurutnya, 'buku bicara' seharusnya diputar dengan alat khusus, tapi harganya mahal, sekitar 400USD. Untuk itu, supaya teknologi tersebut terjangkau oleh kaum tunanetra yang kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, Mitra Netra mengembangkannya dalam format yang bisa diputar dengan MP3 player biasa. 'Buku bicara' didistribusikan ke perpustakaan-perpustakaan khusus tunanetra. Saat ini, Mitra Netra baru menjangkau perpustakaan di 25 kota di Indonesia. Di antaranya di Medan, Payakumbuh, Lampung, Martapura, Manado, Makassar, Flores, dan beberapa kota di Pulau Jawa.

Berikutnya adalah perpustakaan online untuk mendistribusikan buku Braille lewat internet. Alamatnya ada di www.kebi.or.id. “Yang jadi anggota perpustakaan ini adalah lembaga-lembaga yang memroduksi buku Braille di Indonesia. Keanggotaannya gratis, tapi tercatat,” kata Aria. Menurutnya, perpustakaan online ini disukai dan banyak negara tetangga yang ingin mengembangkan fasilitas serupa.

Kurang Dana dan Dukungan


Saat ini, diakui Aria, kendala terberat yang mereka hadapi adalah masalah dana dan ketiadaan dukungan dari pemerintah. “Sepertinya isu tunanetra belum dianggap sebagai prioritas oleh pemerintah,” tuturnya. Tak ada satupun departemen yang menunjukkan dukungan bagi mereka. “Karena itu, kami mencari uang lewat kompetisi. Karena sulit mencari dana di dalam negeri, maka harus cari dana dari luar negeri”, paparnya. Mitra Netra pernah jadi pemenang Samsung DigitAll Hope, program sosial global Samsung yang bertujuan untuk mempersempit jurang kesenjangan digital bagi para penyandang cacat.

Perangkat digital untuk kaum tunanetra tak murah harganya. “Untuk screen reader saja, harga paling murah 600USD. Aplikasi screen reader tingkat advanced, seperti JAWS, berharga sekitar 1.200USD untuk dua kali instalasi. Selain JAWS, masih banyak aplikasi screen reader lain, tapi fitur-fitur dan teknologinya tidak selengkap JAWS,” jelas Aria. Karena terkendala harga, tak banyak tunanetra yang bisa punya komputer sendiri. Untuk mengatasi ini, Mitra Netra membuka beberapa pusat layanan internet yang bisa diakses tunanetra.

Mitra Netra berusaha mendorong komunitas Linux untuk ikut mengembangkan aplikasi screen reader berbasis open source. Tapi karena sifatnya sukarela, pergerakannya juga tak bisa cepat. “Tahun lalu, IBM juga pernah memperkenalkan software open source untuk tunanetra. Tapi software-nya masih punya keterbatasan, hanya bisa dipakai oleh orang yang lemah penglihatan, bukan orang yang buta total. Tahun 2008 ini, mereka meng-update software-nya, akan saya uji,” kata Aria.

Hardware Sama


Anda penasaran, seperti apa komputer yang digunakan oleh kaun tunanetra? Dari sisi hardware tak ada beda antara komputer untuk tunanetra dan orang biasa. “Hardware-nya sama, CPU dan keyboard-nya juga sama karena tunanetra bisa menghafal posisi huruf pada keyboard. Kalau pakai keyboard dengan huruf Braille tentu biayanya akan lebih besar lagi. Bedanya, mereka tak butuh monitor dan komputernya harus dilengkapi screen reader.”

Untuk sistem pendidikan bagi anak-anak tunanetra, Mitra Netra mendorong pendidikan inklusif, anak-anak tunanetra tetap belajar di sekolah umum. Mitra Netra memberikan kursus komputer dan buku-buku untuk mereka.

Mau Berkontribusi?


Mitra Netra mengadakan program 1000 buku untuk tunanetra. Jika tertarik untuk berkontribusi dalam program ini, daftarkan diri Anda di www.mitranetra.or.id. Saat ini sudah ada lebih dari 1000 file buku berformat Word yang terkumpul dan sedang diproses oleh Mitra Netra. Yang bisa dikirimkan adalah buku-buku umum atau referensi perguruan tinggi.

Screen Reader Berbasis Web

Sekarang, ada pula screen reader berbasis web. Namanya WebAnywhere, baru dirilis pada akhir Juni lalu. Beda dengan aplikasi-aplikasi screen reader yang pernah ada, WebAnywhere tak perlu diunduh dan diinstal ke dalam komputer karena aplikasinya di-host langsung di web. WebAnywhere akan memroses teks pada server, lalu mengirimkan hasilnya, berupa file audio, untuk diputar pada web browser.

Inovasi ini, bisa dilihat di webanywhere.cs.washington.edu, dikembangkan oleh Jeffrey Bigham, mahasiswa doktoral di Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Washington, atas supervisi dari profesornya, Richard Ladner.

Pengujian aplikasi ini dilakukan oleh beberapa peneliti dengan mengecek email, meneliti jadwal perjalanan bus, dan mencari nomor telepon sebuah restoran via situs Google. Menggunakan beragam spesifikasi komputer dan koneksi internet, mereka tak mengalami masalah apapun dalam pengujiannya.

Saat ini, sistem WebAnywhere baru berjalan dalam bahasa Inggris. Namun, sudah ada pengembang web di China yang tertarik untuk mengembangkannya ke dalam versi berbahasa China. Asal Anda tahu, kode untuk WebAnywhere dilepas sebagai proyek open source dan bisa diakses di URL webanywhere.googlecode.com.

Foto: webinsight.cs.washington.edu

Ponsel dan GPS untuk Kaum Tuna Netra
Sudah banyak perangkat yang dikembangkan khusus bagi kaum diffable, termasuk kaum tunanetra. Di antaranya adalah ponsel dan perangkat GPS. Pada 2006, Samsung pernah memperkenalkan Touch Messenger, ponsel yang mengaplikasikan huruf Braille pada keypad-nya. Inovasi ini dijuluki “human-oriented high-tech products” dan berhasil menyabet penghargaan Industrial Design Excellence Award (IDEA) 2006.

Perangkat lain adalah GPS (global positioning system). Dua tahun lalu, contohnya, HumanWare telah memperkenalkan PDA khusus kaum tuna netra. PDA itu dilengkapi dengan GPS receiver, speaker eksternal, dan tali penjepit untuk menghubungkan speaker dengan PDA yang bisa dipasang pada pakaian atau sabuk penggunanya. PDA itu dilengkapi dengan software Trekker yang mendukung fitur suara, serta keyboard dengan huruf-huruf Braille.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar